
Seorang saksi yang benar tentu akan memberikan kesaksian tentang apa yang dilihat, dialami dan disaksikan sendiri. Tak pernah dapat dibenarkan jika seandainya ada orang yang memberi kesaksian dari apa yang dia sendiri tidak alami apalagi kalau hanya mendengar cerita dari orang lain. Saksi yang demikian adalah saksi palsu, saksi yang mendatangkan dosa bagi dirinya sendiri. Kebenaran kesaksian seseorang akan terbukti apabila apa yang dikatakannya sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Bila tidak, kesaksiannya patut diragukan.
Setelah kebangkitan-Nya, Yesus beberapa kali menampakkan diri kepada para murid supaya mereka percaya bahwa Dia sungguh-sungguh telah bangkit dari antara orang mati dan hidup dengan cara yang baru. Namun, ternyata perjumpaan dengan Yesus itu bukannya membuat iman para murid semakin diteguhkan, melainkan membuat mereka ragu serta mengira bahwa yang hadir di depan mata mereka adalah hantu. Hati dan pikiran mereka tetap tertutup dan tidak percaya sama sekali, sekalipun Yesus telah mengatakan: “Akulah ini. Rabalah dan lihatlah!” Bahkan ketika Yesus menunjukkan luka-luka penyaliban kepada mereka, mereka tetap tidak percaya. Dan inilah yang membuat Yesus semakin heran akan ketertutupan hati mereka sehingga Ia terpaksa meminta tanda fisik yang ada pada mereka, yakni ikan goreng dan memakannya di depan mata mereka.
Perjumpaan Yesus dengan para murid ternyata tidak secara otomatis membuka hati dan pikiran mereka untuk percaya kepada kebangkitan-Nya. Namun, dengan cara demikianlah Yesus hendak mengajari para murid untuk mempersiapkan diri menjadi saksi atas kebangkitan-Nya. Tidak mudah bagi Yesus untuk meyakinkan para murid sebab sejak awal pun, Dia telah mengenal dan mengetahui mereka satu per satu. Karena itulah, cara yang paling mudah membuat mereka yakin dan percaya adalah dengan menampakkan diri berkali-kali kepada mereka.
Setelah berhasil meneguhkan serta meyakinkan iman para murid, Yesus pun memberi suatu tugas perutusan yang baru kepada mereka, yakni menjadi saksi atas kebangkitan-Nya ke seluruh dunia. Tugas perutusan sebagai saksi kebangkitan-Nya merupakan konsekuensi logis dari apa yang telah mereka lihat dan alami secara langsung perjumpaan Yesus dengan mereka. Dan itu secara nyata ditunjukkan oleh Petrus dan para murid lainnya tatkala mereka mewartakan kebangkitan Kristus di tengah-tengah bangsa Yahudi sekalipun mereka mendapat ancaman dan tantangan dari pemimpin agama Yahudi dan orang-orang yang tidak mau menerima Yesus.

Kita semua juga diundang oleh Yesus untuk menjadi saksi atas kebangkitan-Nya serta diperbolehkan untuk melihat dan meraba Dia secara langsung dalam Perayaan Ekaristi. Setiap kali kita merayakan Ekaristi dan menyambut Tubuh dan Darah Kristus, pada saat itulah Yesus hadir dan memberikan diri-Nya disentuh dan diraba oleh orang-orang yang percaya kepada-Nya. Memang, bukan sentuhan langsung, kasat mata, tetapi dalam arti analogi, yakni dalam rupa Roti dan Anggur. Hal yang sering menjadi masalah adalah kita selalu ragu apakah dalam Perayaan Ekaristi, Yesus sungguh-sungguh hadir? Apakah dalam wujud Roti dan Anggur yang kecil itu, Yesus memang benar-benar ada di sana? Dan tentu saja masih banyak lagi keraguan yang ada dalam diri kita tentang itu semua. Tentu saja ketika kita meragukannya, Ekaristi itu sendiri tidak akan berdaya guna bagi kehidupan kita. Semua yang kita lakukan itu menjadi sia-sia dan bahkan akan mendatangkan dosa bagi diri kita sendiri karena kita tidak percaya kepada Kristus dan misteri Ekaristi. Karena itulah, patut juga kita bertanya pada diri kita, mengapa kita masih mau menyambut Tubuh dan Darah Kristus, sementara kita masih tetap ragu pada-Nya?
Keragu-raguan itu sesungguhnya muncul ketika kita tidak mau terbuka dan menerima Kristus yang hadir di dalam hati kita. Meskipun demikian, kita masih dapat membangun relasi itu supaya menjadi harmonis kembali, yakni dengan cara berkanjang dalam doa dan bersatu dengan Kristus supaya dosa-dosa kita dihapuskan dan kita pun diperdamaikan kembali dengan Allah, seperti dikatakan oleh rasul Yohanes. Untuk penghapusan dosa-dosa kitalah Yesus harus menderita dan wafat supaya kita memperoleh kehidupan baru dalam nama-Nya. Namun, kita tidak boleh salah mengartikan kata-kata rasul Yohanes ini. Dalam konteks ini, Yohanes mau mengajari kita untuk tidak pernah ragu terhadap Yesus serta melaksanakan segala perintah-Nya dalam kehidupan nyata setiap hari. Artinya, sebagai orang-orang yang hidup karena iman akan Kristus yang bangkit, kita mesti berani keluar dari diri sendiri dan mampu memberi kesaksian atasnya. Dengan cara inilah kepenuhan dan kesempurnaan Allah menjadi tampak.
Setiap kali kita merayakan Perayaan Ekaristi, kita semua diutus untuk menjadi saksi atas kebangkitan Kristus dengan cara berbagi cinta kasih kepada sesama manusia. Melalui Perayaan Ekaristi Yesus mau menunjukkan kasih yang sempurna yakni pengurbanan diri karena cinta-Nya kepada manusia. Cinta itu menuntut korban, yakni diri-Nya sendiri sebagai kurban pendamaian manusia dengan Allah.

Posting Komentar